PERGUMULAN ISLAM DAN
NEGARA DI INDONESIA PASCA-KEMERDEKAAN
Oleh: Ahmad Abrar Rangkuti
A. Pendahuluan
Bangsa Indonesia
yang mayoritas penduduknya beragama Islam mengalami persoalan yang serius
seperti halnya negara muslim lainnya mengenai hubungan antara Islam dan negara,
yaitu ketika memasuki gerbang kemerdekaan
1945. Persoalan tersebut ialah atas dasar apa negara yang baru
didirikan? Pada waktu itu bangsa Indonesia terbagi kepada dua golongan: pertama
mereka yang mengajukan agar negera Indonesia didasarkan atas kebangsaan tanpa
kaitan khas dengan ideologi keagamaan; kedua mereka yang mengajukan agar negara
Indonesia didasarkan kepada ideologi keagamaan, khususnya Islam.[1]
Bukti bahwa
kedudukan Islam dalam masyarakat masih merupakan masalah tercermin antara lain
dalam perdebatan-perdebatan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Coosakai) pada tahun 1945; polemik-polemik
dalam permulaan tahun 1950-an yang dilanjutkan dengan perdebatan yang lebih
panas dalam pada sidang-sidang Konstituante sejak tahun 1955 sampai 1959. Dan
kemudian penerimaan Pancasila sebagai dasar dari partai manapun juga, termasuk
partai-partai Islam sebagai salah satu syarat untuk memperoleh pengakuan dari
pemerintah. Oleh karena mayoritas penduduk negeri ini terdiri dari orang-orang
yang beragama Islam, banyak yang berpendapat bahwa masuknya agama dalam
kehidupan kenegaraan berarti masuknya Islam dalam kehidupan tersebut.[2]
Menurut Noer,
masalah lain yang dihadapi masyarakat Islam Indonesia adalah bahwa mereka lebih
banyak terlibat dalam pertikaian yang
bersifat teoretis dan ideologis, baik dalam berhadapan dengan pihak
nasionalis sekuler ataupun antar mereka sendiri, dan anehnya tanpa banyak
sangkut pautnya dengan dasar-dasar pokok dari Islam itu sendiri. Di samping
itu, bahwa di dalam praktik, hubungan atau persoalan pribadi selalu masuk ke
dalam kehidupan sosial dan politik dan sering membawa akibat yang lebih merawankan
dibandingkan dengan sebab-sebab perdebatan ideologi.[3]
Untuk pembahasan
selanjutnya, makalah ini disusun dengan tema pergumulan Islam dan negara di
Indonesia pasca-kemerdekaan. Subbahasan makalah ini meliputi situasi dan sikap negara
Indonesia pasca-kemerdekaan, dan situasi serta sikap umat Islam terhadap
negara Indonesia pasca kemerdekaan.
Adapun yang dimaksud
dengan masa pasca kemerdekaan di Indonesia dalam makalah ini dikategorikan
dalam tiga periodesasi kepemimpinan, yaitu: 1) masa Orde Lama (5 Juli 1959 – 11
Maret 1966), 2) masa Orde Baru (11 Maret 1966 – 19 Oktober 1998), dan 3) masa Orde Reformasi (19
Oktober 1999 – sekarang). Sedangkan Islam yang dimaksud dalam pembahasan ini
meliputi gagasan dan gerakan sosial-politik Islam yang diwakili oleh
tokoh-tokoh Muslim dan intelektual.
B. Pembahasan
Hubungan umat Islam
dengan pemerintah diwarnai oleh berbagai definisi umat Islam. Untuk memahami
makna umat Islam dalam konteks Indonesia, menurut Rahmat paling tidak ada lima
cara dalam mendefinisikan umat Islam. Pertama, umat Islam didefinisikan sebagai
himpunan orang yang menyatakan dirinya sebagai pemeluk agama Islam. Dengan
definisi ini, umat Islam di Indonesia adalah mayoritas penduduk yang sangat
hetergogen. Kedua, umat Islam didefiniskan sebagai himpunan orang yang sudah
menjalankan ritus-ritus keagamaan seperti salat, zakat, puasa, dan haji. Dengan
definisi ini, jumlah umat Islam menurun secara drastis.
Selanjutnya defenisi
ketiga, umat Islam adalah himpunan orang yang memiliki pengetahuan yang memadai
atau lebih dari itu tentang ajaran Islam. Diduga jumlah mereka sangat kecil,
kalau tidak dapat dikatakan minoritas. Keempat, umat Islam adalah himpunan
orang yang berusaha mengatur perilakunya di tengah masyarakat sesuai dengan
ajaran Islam. Dan kelima, umat Islam adalah himpunan orang yang terlibat secara
ideologis dengan ajaran Islam. Mereka memandang Islam sebagai weltauschaung
yang harus dijadikan dasar dalam memandang persoalan-persoalan dunia.[4]Pemaknaan
umat Islam dalam makalah ini didominasi pada definisi umat Islam sebagai
himpunan orang yang terlibat secara ideologis dengan ajaran Islam dan juga sebagai orang yang memiliki
pengetahuan yang memadai atau lebih dari itu tentang ajaran Islam.
Selanjutnya, Menurut
Maarif, pada masa pasca-kemerdekaan
Indonesia rumusan tujuan dan strategi Islam telah lebih mengkristal dan lebih
jelas daripada pada masa pra-kemerdekaan. Tujuan yang dirumuskan adalah menjadikan
Islam sebagai dasar filsafat negara, dan bulan-bulan menjelang proklamasi
kemerdekaan telah menyaksikan pergumulan Islam dengan Pancasila.[5]
1. Situasi dan Sikap Negara Indonesia Pasca-Kemerdekaan
a. Orde Lama
Sekilas tentang masa
menjelang kemerdekaan Indonesia, aktor utama sejarah pada masa awal kemerdekaan
dikenal dengan dua kelompok, yaitu nasionalis sekuler dan nasionalis muslim. Ismail mendefinisikan kelompok nasionalis sekuler
sebagai kelompok para pemimpin politik Indonesia – Muslim, Katolik, Protesetan,
Hindu, dan sebagainya – yang sangat teguh menolak agama sebagai dasar negara,
meskipun mereka dalam kapasitasnya sebagai pribadi bukanlah sekuleris.
Selanjutnya, nasionalis muslim merupakan kelompok
pemimpin muslim yang memiliki
komitmen yang teguh terhadap keimanan dan meyakini Islam sebagai dasar negara.
Kelompok ini meyakini bahwa agama dan negara tidak dapat dipisahkan.[6]
Sebagai perwakilan
dari kelompok nasionalis muslim dalam penetapan
dasar negara adalah KH. Mas Mansur, Abdul Kahar Muzakkir, Ki Bagus Hadikusumo,
KH. Masjkur, KH. A. Wahid Hasjim, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, Sukiman
Wirjosandjojo, KH. A.Sanusi, dan KH. Abdul Halim. Latar belakang pendidikan
mereka bervariasi. Misalnya, Agus Salim dan Sukiman dididik di sistem lembaga
pendidikan Barat dan tergolong ke dalam kelompok muslim modernis. Sementara itu, Wahid Hasjim dan Masjkur dididik
di lembaga pesantren dan tergolong ke dalam kelompok muslim tradisionalis.
Sementara perwakilan
dari kelompok nasionalis sekuler adalah Radjiman
Wediodiningrat, Soekarno, Mohammad Hatta, Professor Soepomo, Wongsonegoro,
Sartono, RP. Soeroso, Dr. Buntaran Martoatmodjo dan Muhammad Yamin. Mereka
semua mendapat didikan dari lembaga pendidikan Barat.[7]Dalam
perkembangan dan pergumulan Islam dan negara pada era-era selanjutnya, pemaknaan
terhadap muslim modernis dan muslim tradisionalis beserta
dengan gerakan-gerakannya menjadi kata kunci untuk memahami latar belakang dan
tujuan penegakan Islam di Indonesia.
Kesepakatan tentang
Piagam Jakarta yang di dalamnya termaktub tujuh kata pada sila pertama, “kewajiban
dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dicapai melalui
kesepakatan setelah melalui perdebatan panjang dalam rapat Panitia Sembilan
pada tanggal 22 Juni 1945. Namun
kesepakatan itu “mentah” kembali karena ada keberatan dari pihak Kristen di
bagian Timur Indonesia. Mereka akan mengundurkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang akan diproklamasikan, apabila tujuh kata dalam Piagam
Jakarta tersebut tetap dipertahankan. Latuharhary merupakan wakil kelompok
Kristen yang menyatakan keberatannya. Keberatan itu dijawab oleh Agus Salim
bahwa penganut agama selain Islam akan dapat menjalankan agamanya sesuai dengan
kepercayaan mereka dan tidak perlu merasa khawatir dengan mayoritas Islam.
Wongsonegoro dan Husein Djajadiningrat dari pihak Nasionalis Sekuler juga
menyatakan keberatan dengan alasan bahwa ketujuh kata dalam Piagam Jakarta itu
dapat menimbulkan sikapa fanatisme dan kelihatannya umat Islam akan dipaksa
menjalankan agamanya.[8]
Pada tanggal 18
Agustus 1945 pagi, sebelum sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) dimulai, Hatta mengundang tokoh-tokoh Islam yang vokal menyuarakan tujuh
kata tersebut untuk meninjau kembali rumusan dalam Piagam Jakarta. Mereka yang
diundang adalah KH. Wachid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo,
dan Muhammad Hasan dari Sumatera. Dari dialog dengan Hatta ini akhirnya
wakil-wakil Islam tersebut menerima saran Hatta. Ini memang sesuatu yang aneh,
karena tiba-tiba mereka “menyerah” pada keinginan Hatta. Padahal selama ini
mereka dikenal sebagai tokoh yang memiliki integritas tinggi dan memperjuangkan
Islam sebagai dasar negara.[9]
Dari elaborasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada awal kemerdekaan
Indonesia, umat Islam mengalami kegagalan dalam perjuangan mereka menjadikan
Islam integral dalam kehidupan berbangsa.
Pada masa
selanjutnya, kekuatan Islam politik formal pada masanya pernah mengalami kejayaan, yakni era
demokrasi liberal tahun 1950-an. Namun itupun dapat dikatakan gagal menjalankan
pesan-pesan politiknya secara optimal. Masyumi yang muncul pertama kali sebagai
satu-satunya kekuatan politik Islam pasca maklumat nomor X, sedianya menjadi
partai politik nomor satu dalam pemilu 1955, bila saja PSII dan NU tidak keluar
dari barisan politiknya. Akibatnya cukup fatal, suara Masyumi dikalahkan oleh
PNI – yang sebenarnya nyaris sejajar. Bila saja NU tidak keluar, pastilah
kekuatan politik Islam tidak tertandingi.[10]
Dalam era demokrasi liberal, Indonesia mengalami
gonta-ganti kabinet. Dalam sistem inilah Indonesia menampung banyak partai yang
akan ikut serta dalam Pemilu 1955. Dalam sistem ini pula umat Islam mendapat
kesempatan lagi untuk memperjuangkan aspirasi mereka yang sebelumnya kandas
oleh konsensus politik pada 1945. Pertarungan ideologi di Konstituante
benar-benar bebas dan jauh dari tekanan-tekanan. Masing-masing pihak leluasa
mengeluarkan pandangan dan pendiriannya. Di pihak Islam, partai-partai yang
membela Islam sebagai dasar negara seperti Masyumi, NU, PSII, dan Perti
memiliki satu suara. Mereka bisa melupakan perbedaan dan persaingan untuk
menghadapi permasalahan krusial ini.
Pancasila yang diperjuangkan oleh kelompok Nasionalis
Sekuler seperti Ruslan Abdulgani, Sutan Takdir Alisjahbana, menurut mereka adalah
netral dan tidak memiliki basis moral agama. Sementara itu dari pihak
Nasionalis Muslim, misalnya Natsir dan Saifuddin Zuhri bersikap keras dan tegas
terhadap Pancasila yang menurutnya ditafsirkan sesuai selera oleh kalangan
Nasionalis Sekuler. Misalnya saja Soekarno yang memeras Pancasila menjadi
Ekasila, yaitu gotong royong. Karena tidak tercapai kesepakatan dalam sidang
Konstituante, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.
Ide ini sepenuhnya mendapat dukungan dari militer di bawah komando Jenderal
A.H. Nasution.[11]
Keluarnya Dekrit Presiden menandai gagalnya kembali upaya
umat Islam untuk melakukan formalisasi ke dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Perjuangan tokoh-tokoh Islam yang dijamin secara konstitusional
dalam wadah Konstituante berakhir dengan kekecewaan oleh keputusan sepihak
Soekarno yang mengeluarkan dekrit.
Selain wadah konstitusional, sebagian umat Islam Indonesia
ada yang menempuh jalur “senjata”. Di beberapa daerah di Indonesia muncul gerakan separatisme dengan
mengatasnamakan Darul Islam/Tentara Islam Indoenesia (DI/TII). Di Jawa Barat
gerakan ini dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo. Ia memproklamirkan
berdirinya Negara Islam Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1949 di desa
Cisampang, Jawa Barat. Di Aceh oleh Daud Beureueh (1953), Jawa Tengah oleh Amir
Fatah Wijaya Kusuma (1949), Sulawesi Selatan oleh Kahar Muzakkar (1952), dan
Kalimantan Selatan oleh Ibnu Hajar juga berdiri DI/TII (1963).
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat berakhir dengan
dijatuhkan hukuman mati kepada Kartosuwirjo.
Di Aceh DI/TII berakhir dengan adanya kompromi politik DI/TII dengan
pemerintah dengan pemberian status istimewa untuk Provinsi Aceh. Di Jawa Tengah
DI/TII berakhir dengan menyerahnya Amir Fatah. Di Sulawesi Selatan DI/TII
berakhir dengan tewas tertembaknya Kahar Muzakkar. Dan di Kalimantan Selatan
DI/TII berakhir dengan tertangkapnya Ibnu Hajar.[12]
Pada era demokrasi terpimpin, yaitu sejak dikeluarkannya
dekrit dapat dianggap sebagai masa-masa sulit bagi partai Islam. Partai Masyumi
dipaksa membubarkan diri karena dianggap oposisi dan menentang revolusi.
Soekarno juga menuduh bahwa Masyumi berada di belakang pemberontakan yang
terjadi di daerah seperti Sumatera Barat, Aceh, Sulawesi, dan Kalimantan.
Apalagi daerah-daerah yang dituduh memberontak adalah kantong-kantong Masyumi.
Tokoh Islam seperti Mohammad Natsir, Hamka, Burhanuddin Harahap, Mohammad Yunan
Nasution, Isa Anshari, Prawoto Mangkusaswito, dan Sjafruddin Parwiranegara
dibungkam dengan cara dimasukkan ke dalam penjara tanpa proses hukum yang
jelas.
Di sisi lain terdapat tiga partai Islam, yaitu NU, PSII dan
Perti yang berusaha menyesuaikan diri dengan demokrasi ala Soekarno tersebut.
Mereka bersikap akomodatif sehingga bisa hidup berdampingan dengan Soekarno dan
bertahan dalam alam demokrasi terpimpin Soekarno. Tokoh NU yang ikut ambil
bagian adalah KH. Idham Chalid, KH. Achmad Sjaikhu, dan KH. Saifuddin Zuhri.
KH. Idham Chalid menyatakan bahwa masuk ke dalam sistem demokrasi terpimpin
adalah sesuai dengan hukum Allah. Sementara KH. Achmad Sjaikhu berpendapat
bahwa masuk ke dalam sistem demokrasi terpimpin adalah ijtihad politik pihak
pesantren.[13]
Namun yang jelas, apapun yang dipilih oleh partai-partai
Islam, menolak atau menerima demokrasi terpimpin, kedua-duanya sama-sama
hancur. Masyumi lebih dahulu bubar setahun setelah Soekarno mengeluarkan
dekritnya. Sementara NU yang sempat menikmati kekeuasaan akhirnya juga ikut
terjungkal dari panggung sejarah politik Indonesia modern bersamaan dengan
kegagalan pemberontakan PKI 1965. Perjuangan politik Islam di bumi Indonesia
ini pun mengalami kegagalan kembali.
Menurut Iqbal dan Nasution kegagalan ini setidaknya
disebabkan oleh tiga faktor utama. Pertama, di kalangan partai Islam sendiri
tidak terdapat kata sepakat dalam menghadapi perkembangan politik saat itu.
Kedua, dari sudut historis perpecahan ini tidak terlepas dari pertentangan
paham antara kelompok modernes dan tradisionalis yang sudah berjalan sejak
pertengahan abad ke-19. Dan ketiga, perpecahan di tubuh partai-partai Islam
dibaca dengan sangat jeli oleh Soekarno.[14]
b. Orde Baru
Gagalnya
pemberontakan G-30-S/PKI dan jatuhnya kekuasaan Soekarno menandai bangkitnya
sebuah era baru yang oleh pendukungnya disebut Orde Baru. Kelahiran Orde Baru
ditandai oleh pemberian mandat – yang dikenal dengan Surat Perintah Sebelas
Maret 1966 oleh Soekarno kepada Soeharto untuk mengatasi situasi yang
diakibatkan timbulnya pemberontakan kaum komunis tersebut.
Pada awalnya, Orde
Baru memberikan sebersit harapan di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya
umat Islam. Hal ini diindikasikan dari kebijakan Orde Baru yang membebaskan
para tokoh Masyumi yang sebelumnya dijebloskan Soekarno ke penjara. Namun
akhirnya mereka menelan kekecewaan. Pemerintah Orde Baru yang didukung
sepenuhnya oleh militer tidak bersedia merehabilitasi Masyumi dan tidak
mengizinkan para eksponennya untuk terlibat dalam politik praktis. Pemerintah
dan pendukung Orde Baru menganggap bahwa keberadaan Islam politik dapat
mengganggu stabilitas kekuasaan mereka.[15]
Pemerintahan Orde
Baru membuat kebijakan politik dengan menggabungkan partai-partai yang berbasis
Islam ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sedangkan partai yang
berbasis nasionalis dan Kristen bergabung ke dalam Partai Demokrasi Indonesia
(PDI). Dengan fusi ini, rezim Orde Baru semakin mudah melakukan kooptasi
terhadap partai. Khusus terhadap aspirasi umat Islam, pemerintahan Orde Baru
sangat berhati-hati dan bertidak tegas
terhadap hal-hal yang mungkin menggoyang kekuasaannya.
Soeharto sebagai
presiden pada masa Orde Baru menegaskan bahwa negara Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila itu bukanlah negara agama, tetapi bukan pula negara
sekuler. Tafsir baku tersebut merupakan landasan pengertian tentang Pancasila
dalam pemasyarakatan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4/Eka
Prasetya Pancakarsa).Pemerintah Orde Baru telah mengambil banyak langkah atau
kebijakan untuk melibatkan agama dalam kehidupan dan pembangunan nasional, dan
untuk meningkatkan pelayanan bagi umat beragama demi kesempurnaan ibadah
mereka. Misalnya, dalam rangka pembangunan hukum nasional telah diundangkan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman dalam negara
Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia
dilaksanakan oleh badan-badan pengadilan dalam empat lingkungan peradilan,
yaitu: 1) Peradilan Umum, 2) Peradilan Agama, 3) Peradilan Militer, dan 4)
Peradilan Tata Usaha Negara. Kesemuanya berpuncak pada Mahkamah Agung.
Pada tahun 1975
pemerintah Orde Baru memprakarsai pembentukan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dengan dua fungsi, yaitu: 1) penerjemah dari kebijaksanaan-kebijaksanaan
pemerintah kepada umat Islam dengan mempergunakan bahasa agama, dan 2) sebagai
saluran untuk menyampaikan aspirasi umat Islam kepada pemerintah di samping
lembaga-lembaga legislatif. Selanjutnya, pemerintah Orde Baru membentuk Proyek
Kompilasi Hukum Islam dengan tujuan menyusun tiga rancangan buku hukum untuk
menjadi pegangan hakim-hakim agama. Buku pertama mengenai perkawinan, buku
kedua mengenai pembagian warisan, dan buku ketiga mengenai perwakafan dan
sebagainya. Proyek tersebut melibatkan para ulama, para ahli hukum Islam, para
guru besar ilmu hukum termasuk sejumlah hakim agung, tokoh organisasi
kemasyarakatan Islam dan fakultas-fakultas syariah IAIN.[16]
Pemerintah Orde Baru
juga mengambil langkah penting untuk pemantapan pendidikan agama dengan
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Undang-undang tersebut antara lain mengakui pendidikan agama sebagai
satu subsistem dari sistem pendidikan nasional, dan mengukuhkan pendidikan
agama sebagai mata pelajaran wajib di sekolah umum dan dari sekolah dasar
hingga perguruan tinggi. Seiring dengan itu, pemerintah telah membenahi IAIN
yang merupakan pusat pendidikan tinggi agama Islam. Pada tahun 1985 diterbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 33 yang memberikan status kepada empat belas IAIN,
perlakuan dan fasilitas yang sama dengan perguruan tinggi negeri yang dikelola
oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Peraturan pemerintah tersebut
kemudian dijabarkan dengan Keputusan Presiden Nomor 9 tahun 1987.[17]
Dari aspek praktik
pendidikan Daulay dan Pasa menjelaskan bahwa setelah Indonesia merdeka lebih
dari setengah abad perjalanan bangsa ini, dirasakan bahwa pendidikan belum
merupakan prioritas utama sehingga akibatnya dirasakan beberapa kesenjangan
dalam kualitas manusia Indonesia. Pada pemerintahan Orde Baru, pada zaman
Presiden Soeharto berkuasa prioritas utama adalah pembangunan ekonomi, dengan
titik tumpunya adalah pertumbuhan ekonomi. Dampak negatifnya menimbulkan
berbagai hal yang menghantarkan bangsa Indonesia kepada krisis dan moneter.[18]
Dengan orientasi pada bidang ekonomi ini selanjutnya mengantarkan kejatuhan
rezim Orde Baru. Sepintas lalu, perubahan-perubahan ekonomi Indonesia memberi
kesan terjadinya peningkatan kesejahteraan bagi seluruh bangsa Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi mencapai 7-8 persen per tahun. Namun bila dicermati lebih
jauh, banyak masalah yang timbul akibat orientasi pembangunan ekonomi yang
bertumpu pada pertumbuhan.[19]
Iqbal menjelaskan
bahwa tidak selamanya Orde Baru bersikap “tidak bersahabat” terhadap Islam. Sepanjang kekuasaannya
selama 32 tahun, hubungan Islam dengan Orde Baru dapat dibedakan menjadi dua
periode, yaitu periode antagonis yang berlangsung hingga tahun 1985, dan
periode akomodatif hingga kejatuhan Orde Baru pada tahun 1998.[20]
Pada masa antagonis
umat Islam mengalami perlakuan yang tidak bersahabat dari Orde Baru. Misalnya,
penolakan rehabilitasi Masyumi, penolakan berdirinya Partai Demokrasi Islam
Indonesia, rumusan undang-undang perkawinan, menggantikan pelajaran agama
dengan pancasila ke dalam kurikulum pendidikan nasional, larangan berjilbab
bagi siswi muslimah di sekolah umum, dan legalisasi perjudian oleh negara.
Dalam masa ini Orde Baru melakukan uji coba dengan kebijakan penerapan asas
tunggal Pancasila.
Pada masa akomodatif
Orde Baru tampil dalam aspek struktural
seperti banyak tokoh cendikiawan muslim yang duduk di lembaga negara. Hal ini
tidak terlepas dari usaha Nurcholish Madjid yang mencoba mencairkan hubungan
Islam dan negara dengan gagasannya “Islam yes partai Islam no”. Tokoh
fenomenal yang tidak kalah penting duduk di lembaga negara adalah Munawir Sjadzali yang menjabat Menteri
Agama selama dua periode (1983-1993). Lahirnya ICMI juga menandai sikap
akomodatif Orde Baru terhadap Islam.
Selain itu dalam
aspek legislatif Orde Baru mengesahkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional yang mewajibkan
penyelenggara sekolah memberikan pelajaran agama sesuai dengan agama yang
dianut anak didik. Disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, disusunnya Kompilasi Hukum Islam, diubahnya kebijakan tentang
jilbab, SKB Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama tentang pembentukan BAZIS,
dan penghapusan Sumbangan Dana Sosial Berhadiah menunjukkan hubungan yang
akomodatif Orde Baru dengan Islam.
Dalam akomodasi
infrastruktural, pemerintah Orde Baru menyediakan anggaran belanja negara untuk
membiayai proyek-proyek keagamaan. Presiden Soeharto mendirikan Yayasan Amal
Bakti Muslim Pancasila (YAMP) yang banyak membangun masjid di berbagai daerah
di Indonesia, dan pada tahun 1991 mengizinkan berdirinya Bank Muamalat.
Sementara dalam akomodasi kultural Presiden Soeharto juga ikut dalam Takbir
Akbar Lebaran di Taman Monas dan membuka kegiatan Festival Istiqlal yang
berlangsung dua kali, yakni pada tahun 1991 dan 1994.[21]
Islam pada masa Orde
Baru ditandai dengan perubahan besar, baik secara institusional maupun dalam
bentuk perubahan pemikiran berbagai ajaran agama ini. Perubahan institusional
yang dialami oleh Islam pada masa Orde Baru adalah hancurnya
institusi-institusi lama dan munculnya institusi-institusi baru. Perubahan
institusi lama adalah terutama fusi partai-partai Islam yang melahirkan Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) mengganti asasnya Islam dengan Pancasila dalam
muktamarnya tahun 1984. Sedangkan pemunculan institusi baru ditandai antara
lain dengan terbentuknya Majelis Ulama Indonesia (1975), lahirnya Ikatan
Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI, 1990) dan Bank Muamalat Indonesia
(1991).[22]
Fase-fase sebelum
zaman Orde Baru berlangsung singkat, sehingga masa surut politik Islam juga
berlangsung tidak terlalu lama. Lain halnya di masa Orde Baru yang telah
melebihi umur Orde Lama, masa surut politik Islam jauh melampaui fase-fase
sebelumnya. Bahkan pada masa Orde Baru, surut sampai titik yang paling rendah,
yaitu lenyapnya institusi politik Islam, yang ditandai dengan penetapan asas
tunggal Pancasila bagi PPP.
Menurut Tebba ada
tiga faktor yang menyebabkan surutnya partai Islam pada masa Orde Baru. Faktor
pertama, besarnya campur tangan pemerintah dalam kehidupan politik atau biasa
disebut birokratisasi politik. Faktor kedua, adanya diferensiasi sosial yang
menyebabkan perhatian umat terbagi. Faktor ketiga, adalah lembaga konsep
politik Islam. Birokratisasi politik sudah terasa sejak awal Orde Baru,
misalnya ketika Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) lahir pada tahun 1968,
sebagian besar pemimpinnya yang terpilih adalah mantan pemimpin Masyumi, tetapi
kemudian mereka mengundurkan diri karena tidak diterima oleh pemerintah. Begitu
pula halnya rencana mantan Wapres RI Dr. Mohd. Hatta untuk mendirikan Partai
Demokrasi Islam Indonesia (PDII) yang gagal karena sebab yang sama. Upaya itu
mencapai puncaknya, ketika Pancasila ditetapkan sebagai satu-satunya asas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara melalui Undang-Undang Nomor 3
tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golkar, dan Undang-Undang Nomor 8 tahun
1985 tentang Organisai Kemasyarakatan.[23]
Terkait dengan
gagasan Mohd. Hatta mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia, Saidi
menjelaskan bahwa PDII dianggap tidak cukup “appealing” untuk mengimbau
massa bekas partai Masyumi, karena itu PDII tidak memperoleh dukungan dan
bahkan ditentang oleh kaum muda yang diwakili oleh suara Pengurus Besar HMI.[24]
Faktor lain yang
mempengaruhi surutnya partai politik Islam adalah kurang jelasnya konsep
politik Islam itu sendiri. Konsep politik Islam yang berkembang selama ini,
kurang lengkap. Konsep politik Islam yang menghendaki ditegakkannya khilafah
atau imamah, adanya penguasa atau pemerintah yang ditetapkan, misalnya
mempunyai visi atau wawasan yang luas, berlaku adil pada rakyat, dan memiliki
kemampuan menjalankan tugasnya. Semua syarat itu tidak salah, tetapi tentu
tidak memadai. Ada hal-hal yang belum dicakup dalam pemikiran politik Islam,
yaitu distribusi kekuasaan seperti yang dikenal dalam konsep politik modern,
sistem pengalihan kekuasaan, dan cara pembentukan pemerintahan. Selanjutnya
Tebba mengasumsikan bahwa faktor tersebut merupakan salah satu sebab umat Islam
dapat menerima Pancasila sebagai dasar
negara, ketika Indonesia diproklamirkan tahun 1945. Umat pun tidak keberatan
sewaktu tujuh kata pada sila pertama Pancasila yang disepakati tanggal 22 Juni 1945
dicoret, yaitu dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.[25]
c. Orde Reformasi
Pengangkatan Habibie
sebagai presiden menandari berawalnya era baru bangsa Indonesia. Untuk
menyahuti berbagai aspirasi yang berkembang, Habibie menempuh berbagai
kebijakan penting. Presiden Habibie membuka selebar-lebarnya keran demokrasi
yang selama ini tersumbat. Ia memberi kesempatan yang luas berdirinya
partai-partai dengan beragam ideologi dan membuka kebebasan pers. Habibie juga
membebaskan tahanan-tahanan politik selama masa Soeharto dan membatalkan
pencekalan atas tokoh-tokoh vokal selama
ini.
Hal lain yang
dilakukan Habibie adalah kesediaannya untuk mempercepat pemilihan umum dan
memberi kesempatan yang luas kepada rakyat untuk membentuk partai. Hal ini
ditandai dengan kenyataan munculnya tidak kurang dari 150 partai politik baru
hanya dalam kurun waktu enam bulan. Dari jumlah tersebut, yang memperoleh
pengesahan dari Departemen Kehakiman dan mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan
Umum (KPU) sebagai peserta pemilu ada 48 partai.
Tentang
partai-partai Islam dapat dikatakan bahwa sebagian di antaranya merupakan
jelmaan dari partai-partai Islam pada era demokrasi liberal dan pemilu 1955.
Mereka berusaha mewarisi semangat bahkan mengklaim sebagai penerus perjuangan
partai-partai Islam 1955. Tujuan dari itu semua adalah agar mereka memperoleh
“justifikasi historis” sebagai kelanjutan partai-partai Islam sebelumnya.[26]
Dalam perkembangan
politik selanjutnya, ketika proses pemilihan presiden RI di MPR, partai-partai
Islam memiliki satu suara dalam Poros Tengah yang digalang oleh lokomotif reformasi, Amien Rais untuk memenangkan
Abdurrahman Wahid sebagai presiden. Kerjasama ini membuahkan hasil ketika
terjadi perseteruan yang semakin memanas antara calon presiden Habibie dari
Partai Golkaar dan Megawati Soekarnoputri yang diusung oleh PDI-P. Amien Rais
bersama partai-partai Islam lainnya dalam Sidang Umumu MPR 20 Oktober 1999
berhasil mendudukkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI dalam masa reformasi
mengalahkan Megawati Soekarnoputri. Keberhasilan Poros Tengah mengantar
Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI dapat dipandang sebagai kemenangan
sementara politik Islam atas kelompok nasionalis sekuler.[27]
2. Situasi dan Sikap Umat Islam Terhadap Negara Indonesia
Pasca Kemerdekaan
a. Orde Lama
Kekecewaan yang
mendalam akibat perubahan tujuh kata dalam Piagam Jakarta akhirnya diterima
oleh perwakilan Umat Islam pada saat itu dengan beberapa alasan. Pertama,
situasi dan kondisi tanah air yang masih belum stabil di mana tentara Sekutu
telah siap siaga untuk kembali menjajah. Kedua, tentara Dai Nippon masih
bercokol di Nusantara. Kedua situasi ini mengilhami para wakil-wakil Islam untuk lebih mengutamakan kepentingan negara
dan bangsa daripada kepentingan Islam. Dengan harapan di mana keadaan telah
memungkinkan, maka di situlah akan memusyawarahkan kembai keinginan-keinginannya
itu.[28]
Menurut Kuntowijoyo
umat Islam dengan sukarela memberi konsesi kepada nasionalisme dengan menghapus
tujuh kata (“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”) dari Piagam Jakarta yang kemudian menjadi pembukaan UUD
1945. Penghapusan kata-kata itu menunjukkan kepedulian umat dengan persatuan dan kesatuan bangsa.[29]
Perjuangan penegakan syariat Islam secara
institusional yang gencar dilakukan oleh salah satu tokohnya, yaitu Natsir
memiliki makna tersendiri. Noer memberikan tafsiran mengapa Natsir sekeras itu
menolak Pancasila sebagai dasar negara dengan tiga penyebab sebagai berikut.
Pertama, partai Natsir, Partai Masyumi dalam kampanye menjelang pemilihan umum
tahun 1955 memang antara lain mengemukakan bahwa mereka akan memperjuangkan dasar
Islam seperti yang diamanatkan oleh dasar partai tersebut dalam Anggaran
Dasarnya Pasal III: “Terlaksananya Republik Indonesia menuju keridhaan Ilahi.
Dengan negara berdasar Islam, tentulah tujuan ini lebih mudah dicapai”.
Selanjutnya kedua, Natsir memenuhi
janji-janji dalam kampanye menjelang pemilihan umum, yaitu bahwa dasar Islam
yang hendak ditegakkan dalam hal ini lewat Konstituante. Janji harus dipenuhi,
demikian agaknya pendirian beliau dan Konstituante adalah tempat yang sah untuk
memperjuangkan ini. Dan ketiga, pidato Natsir di Konstituante merupakan respons
terhadap segala macam pikiran yang dikemukakan kalangan lain termasuk di
Konstituante, terutama mereka yang memperjuangkan Pancasila.[30]
Islam yang diperjuangkan oleh Natsir dan kawan-kawan
adalah Islam yang bukanlah semata-mata yang disebut dengan istilah peribadatan
dalam istilah sehari-hari saja, seperti salat dan puasa. Yang dimaksud dengan
Islam menurut pengertian adalah segala yang meliputi kaidah-kaidah, hudud-hudud
dalam muamalah dalam masyarakat menurut
garis yang telah ditetapkan. Selanjutnya, menurut Natsir negara bukanlah tujuan
tetapi alat urusan kenegaraan pada pokok dan pada dasarnya adalah satu bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari Islam. Sesuatu yang menjadi tujuan adalah
kesempurnaan berlakunya undang-undang ilahi, baik yang berkenaan dengan
kehidupan dunia yang fana ini, ataupun yang berhubungan dengan kehidupan kelak
di alam baka. Pengajuan Islam sebagai dasar negara menurut Natsir adalah karena
diyakininya Islam sebagai satu-satunya agama yang memiliki ajaran tentang
ketatanegaraan dan masyarakat.[31]
Dari segi latar belakang pemikiran,
ketika Natsir bergabung di dalam Jong Islamiaten Bond ia berkenalan dan belajar
dengan Agus Salim. Konsep nasionalisme Islam yang berarti melindungi tanah air
dan bangsa dari segala bentuk penindasan
berdasarkan cara-cara yang dibenarkan syariat Islam diperoleh Natsir dari Agus
Salim. Di sisi lain, Kartosuwirjo yang juga ikut di dalam Jong Islamiaten Bond
dipengaruhi oleh konsep pemikiran Tjokroaminoto tentang revolusi. Tjokroaminoto
pula yang pertama kali mengajarkan Kartosuwirjo tentang konsep sumpah setia
kepada pimpinan organisasi Islam (baiat).[32]
Terkait dengan Darul Islam dan Negara
Islam Indonesia, menurut Ali akar penyebab gerakan itu sendiri lebih terpaku
pada proses sosialisasi Kartosuwirjo ke dalam pemikiran Islam yang kemudian
erat berkait dengan pembentukan struktur faham keislamannya. Mapannya struktur
itu diimbangi pula oleh situasi sosial yang terbentuk selama perang
kemerdekaan. Di sana sini tumbuh berbagai kelompok/kesatuan bersenjata yang
terpencar-pencar, tidak terkonsolidasikan. Bersamaan dengan itu, Republik
Indonesia yang telah terbentuk sebelumnya berkeinginan besar memfungsikan
dirinya sebagai negara. Keinginan itu mendorongnya untuk meluaskan kekuasaan
yang terkontrol di tangannya. Kebijaksanaan ini tentu saja berhadapan dengan
satuan-satuan bersenjata geriliyawan yang sebelumnya memang telah tumbuh. Tiga
faktor ini bertemu dan meledaklah gerakan DI/TII.[33]
Selanjutnya menurut Noer,
persoalan Darul Islam dan Negara Islam Indonesia yang ada di Jawa Barat
disebabkan oleh pendekatan yang kurang memperhatikan segi psikologis mereka
yang tergabung dalam Hizbullah dan Sabilillah di daerah itu. Ketika TNI
Angkatan Darat akhir tahun 1948 kembali hijrah dari Yogyakarta ke Jawa Barat –
sebagai akibat persetujuan Renville; Hizbullah dan Sabilillah tidak ikut pindah
ke Yogyakarta karena ingin terus mempertahankan Jawa Barat dari pihak Belanda.
Saling pengertian menghadapi Belanda kurang terbina. Kemudian setelah kabinet
Natsir pada tahun 1950 menjalankan pendekatan persuasif terhadap Kartosuwiryo
agar kembali ke pangkuan Republik Indonesia, pertimbangan psikologis tidak atau
sangat kurang diperhatikan pihak Angkatan Darat. Padahal, sudah terdapat
tanda-tanda bahwa Kartosuwiryo akan kembali ke pangkuan Republik Indonesia.[34]
b. Orde Baru
Tebba menyatakan
bahwa perubahan yang dialami Islam dalam bidang politik dan pemikiran keagamaan
pada masa Orde Baru merupakan konsekuensi logis dari proses modernisasi dan desakan politik pemerintah yang sangat
lama berkuasa. Proses modernisasi membawa perubahan institusional dan wawasan
umat. Salah satu inti modernisasi adalah rasionalisasi, sehingga umat dapat
lebih terdorong untuk bersikap lebih rasional dan realistis. Selain itu,
desakan politik pemerintah menyebabkan umat harus ikhlas menerima fusi partai
dan penetapan asas tunggal Pancasila. Karena kedua hal ini merupakan bagian
dari kebijaksanaan besar pembangunan politik Orde Baru yang tidak dapat
ditawar-tawar lagi.[35]
Namun tidak sedikit
pula pengamat Islam menilai perubahan Islam di masa Orde Baru bukan karena faktor modernisasi dan desakan
politik Orde Baru, tetapi lebih merupakan kelanjutan dialog internal yang telah
berjalan di kalangan umat sejak awal abad ke-20. Dialog internal umat dapat
dilihat pada pembentukan ormas-ormas Islam di awal abad ke-20 untuk memberikan
pelayanan pendidikan, dakwah, dan kegiatan sosial keagamaan lainnya. Ormas ini
lahir dari dialog tentang perlunya umat meningkatkan pengetahuan dan
kesejahteraan mereka melalui institusi sosial yang relevan dengan itu.[36]
Namun tidak sedikit
pula di kalangan umat, terutama yang telah berpendidikan tinggi tidak
menghendaki adanya negara Islam. Misalnya, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada
awal 1950-an telah menyatakan sikapnya yang tegas menolak negara Islam, dan
menghendaki dibentuknya negara nasional. Di awal dasawarsa 1970-an, mantan
Ketua Umum PB HMI dan tokoh intelektual Islam, Nurcholish Madjid,
mengumandangkan slogan “Islam yes Partai Islam no!”. Slogan itu terwujud
setelah PPP mengganti asasnya Islam dengan Pancasila dalam muktamarnya.[37]
Sejak dijadikannya
Pancasila sebagai asas tunggal bagi organisasi kemasyarakatan dan organisasi
politik pada masa Orde Baru, umat Islam mengalami perubahan orientasi yang pada
masa itu masih tertuju pada kegiatan politik praktis melalui partai Islam.
Dengan perubahan orientasi umat Islam timbul kesadaran untuk membangun segala
kehidupan yang tidak terbatas pada politik saja. Umat Islam menyadari bahwa
kecenderungan kehidupan kepartaian di kalangan umat berbanding terbalik dengan
peningkatan atau kemajuan kehidupan umat di bidang-bidang lain, seperti
ekonomi, bisnis, pendidikan, penerbitan, dan lain-lain.
Orientasi umat
seperti itu memungkinkan umat menata kehidupan sosial mereka, sehingga bisa
tumbuh lebih kuat daripada sebelumnya. Walau dari segi politik umat mengalami
penurunan, tetapi di luar politik umat mencapai kemajuan. Di sisi lain, Saidi
menandaskan bahwa pada masa Orde Baru terdapat ketidakpercayaan terhadap
politik di kalangan umat Islam sehingga dikompensasikan dengan membentuk
wadah-wadah kegiatan lain, seperti pada tanggal 8 Mei 1967 berdiri Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia (DDII) dengan ketuanya M. Natsir.[38]
Kemajuan ini dapat
dilihat pada pengingkatan kegiatan organisasi kemasyarakatan Islam, seperti NU
dan Muhammadiyah, yang selain terus mengembangkan kegiatan yang telah lama
ditekuni, seperti pendidikan, juga menjajaki kegiatan ekonomi untuk menolong
kehidupan ekonomi umat dengan mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Perkembangan yang lebih mencolok lagi adalah hilangnya sekat-sekat yang tidak
lagi membedakan antara ormas Islam dengan lahirnya lembaga-lembaga yang tidak
lagi membedakan antara satu kelompok dengan kelompok lain dalam umat. Munculnya
Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan pembentukan Bank Muamalat
Indonesia (BMI) merupakan bukti kongkrit dari perkembangan itu.[39]
Setidaknya ada dua
hal yang menyebabkan eksperimentasi Islam politik gagal. Pertama, kekuatan
eksternal, yakni rezim Orde Baru yang tidak mau melihat kekuatan Islam politik
tampil menjadi kekuatan politik yang dominan. Kedua, terpecahnya orientasi
politik umat Islam. Di satu pihak, mereka sepakat mendorong bangkitnya partai
politik Islam, sementara di pihak lain mereka – dan ini mayoritas – terpaksa
mendukung kekuatan politik Orde Baru, yakni Golkar.
c. Orde Reformasi
Seiring dengan
kejatuhan Orde Baru, umat Islam memanfaatkan momentum euforia reformasi
untuk menyusun kembali format perjuangan penegakan syariat Islam di jalur
politik. Di antaranya adalah mencuatnya kembali cita-cita menjadikan Islam
sebagai landasan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Hal ini dimungkinkan
karena asas tunggal yang diterapkan Soeharto resmi dicabut dan masyarakat
berhak membuat partai sesuai ideologi mereka. Keadaan ini dimanfaatkan oleh
umat Islam dengan mendirikan partai-partai Islam dengan berbagai orientasi,
visi, dan misi perjuangannya.[40]
Pada garis besarnya, partai-partai politik yang didirikan
tokoh-tokoh umat Islam dewasa ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok
besar. Pertama, partai yang menjadikan Islam sebagai asas dan program formal.
Kedua, partai yang mementingkan pengembangan nilai-nilai Islam daripada
simbol-simbol Islam. Kedua kelompok tersebut memiliki perbedaan pendekatan
dalam menangkap ajaran Islam sebagaimana keduanya mempunyai perbedaan dalam
orientasi dan program. Partai politik yang mempertahankan dengan teguh
simbol-simbol Islam dapat dimasukkan ke dalam kategori gerakan revivalisme,
sedangkan partai politik yang lebih berorientasi pada nilai-nilai Islam bisa
dikategorikan ke dalam gerakan neo-modernisme.[41]
Untuk menemukan makna agama dalam konteks politik di era
reformasi, setidaknya penelusuran terhadap tiga partai Islam, yaitu PPP, PKB,
dan PAN dapat dijadikan sebagai gambaran. Bahwa agama Islam yang satu ketika
dimaknai dalam konteks politik di era
reformasi memunculkan makna-makna yang beragam. PPP memaknai Islam sebagai alat
pemersatu bangsa dan motivator pembangunan, sementara itu PKB lebih memaknai
Islam sebagai motivator kebangkitan bangsa. Sedangkan PAN menekankan
operasionalisasi nilai-nilai Islam sebagai amanat yang harus diwujudkan dalam
konteks nasional.
Mengenai posisi agama dengan politik, bagi PPP agama
terintegrasikan ke dalam politik, di mana antara keduanya tidak ada pemisahan.
Secara formal agama dijadikan sebagai asas partai. Di sini politik simbol
relatif berlaku. Sementara itu, bagi PKB posisi agama terspesialkan dari
politik. Antara keduanya terpisah tetapi masih ada koneksitas; agama tidak
masuk ke dalam struktur partai, agama berfungsi sebagai landasan etika politik.
Akan tetapi politik simbol sangat dominan; agama menjadi simbol dan identitas
politik yang sangat efektif. Sedangkan di PAN posisi agama terpisah dengan
politik, tetapi nilai-nilai agama diinternalisasikan ke dalam diri pelaku
politik, kemudian diobjektivikasikan ke dalam politik praktis atau
program-program partai. Di sini agama sebagai landasan etik berpolitik. Politik
simbol tidak berkembang sebagaimana pada PKB dan PPP.[42]
Bentuk-bentuk perjuangan menegakkan
syariat Islam secara umum dapat disederhanakan ke dalam dua kategori. Kategori-kategori
ini diterapkan berdasarkan pada gambaran praksis perjuangan penegakan syariat
Islam di tanah air. Kategori pertama, perjuangan penegakan syariat Islam dengan
menggunakan pendekatan formalistik. Pada pendekatan formalistik ini cenderung
menginginkan hasil akhir dalam bentuk pemberlakuan syariat Islam secara formal
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendekatan ini memiliki konsep tentang
bersatunya antara agama dan negara. Agama dan negara dalam hal ini tidak dapat
dipisahkan. Islam dipahami sebagai ideologi tunggal yang paling benar, dan
memiliki multifungsi dalam hal pengaturan kehidupan manusia dan masyarakat.
Terdapat pemahaman bahwa Islam mengandung ajaran yang mencakup semua sendi
kehidupan, baik dalam tatanan sosial, politik, maupun ekonomi.
Kategori kedua,
perjuangan penegakan syariat Islam dengan menggunakan pendekatan substansialistik.
Dalam pendekatan substansialistik, Islam dipahami sebagai suatu ajaran yang
terwujud dalam bentuk etika, moral, dan nilai-nilai kebaikan. Berbeda dengan
pendekatan formalistik, pada pendekatan substansialistik tidak mempersoalkan
bagaimana bentuk negara maupun sistem politik yang diterapkan, tetapi lebih memusatkan
perhatian kepada bagaimana mengisinya dengan etika dan moralitas agama. Bentuk
perjuangan dengan pendekatan formalistik mengalami peningkatan, baik secara
kuantitas maupun kualitas setelah digulirkannya reformasi di Indonesia.[43]
Bukti
yang menunjukkan terjadinya kebangkitan politik Islam dan tumbuhnya kembali
gagasan-gagasan tentang formalisasi syariat Islam di Indonesia pada era
Reformasi setidaknya dapat dilihat dari empat indikator, yaitu: (1) munculnya
ormas Islam pendukung gerakan formalisasi syariat Islam, (2) berdirinya
partai-partai Islam, (3) adanya tuntutan pemberlakuan Piagam Jakarta dalam
konstitusi, (4) munculnya gerakan penegakan syariat Islam di Daerah. Keempat
indikator tersebut telah menunjukkan bahwa telah terjadi fenomena kebangkitan
agama (Islam) secara formal maupun simbolik di dalam perpolitikan nasional. Perjuangan
politik yang bernuansa agama itu tidak berhenti pada ekspresi secara simbolik,
melainkan juga dilakukan secara formal melalui badan legislatif dengan partai
politik sebagai sarananya. Misalnya, adalah munculnya beberapa organisasi
kemasyarakatan (ormas) Islam lengkap dengan gerakan massanya, seperti Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Front Pembela Islam
(FPI), Forum Komunikasi Ahlussunnah Waljamaah (FKASW), Laskar Jihad, dan
sebagainya. Mereka pada umumnya memiliki tujuan yang sama, yakni penerapan syariat
Islam sebagai hukum positif di Indonesia.[44]
Memperhatikan perbandingan perolehan
suara partai Islam dalam pemilu 1955 yaitu 45,13 % dengan pemilu tahun 1999
yaitu 18,6 %, maka dapat disimpulkan bahwa
perolehan kursi dan dukungan pemilih terhadap partai partai Islam dalam pemilu
demokratis tahun 1999 sangat menurun yaitu kehilangan dukungan sebesar 26,53%.
Demikian pula jika dibandingkan perolehan kursi partai-partai Islam dalam
pemilu 1955 sebesar 45,13% dengan gabungan partai-partai Islam dan
partai-partai yang berbasis massa Islam dalam pemilu tahun 1999 sebesar 37%,
juga mengalami penurunan yang signifikan yaitu sekitar 8,13 %. Kemana suara
dukungan terhadap partai Islam yang hilang 8,3% tersebut? Diyakini bahwa sebagian
suara untuk Islam itu masuk dalam Partai Golkar, Masih kuatnya pengaruh
birokrasi yang memberikan dukungan pada Partai Golkar pada pemilu 1999 yang
lalu, disamping banyak tokoh-tokoh dari keluarga Masyumi maupun NU yang masuk
dalam Partai Golkar karena sistem politik yang dikembangkan oleh Orde Baru yang
sangat kuat. Hal ini terlihat pada sikap moderat dari para politisi partai
Golkar atas tuntutan dan pandangan yang diajukan oleh partai-partai Islam atau
partai yang berbasis massa Islam.[45]
C. Simpulan
Perjuangan penegakan
Islam sebagai dasar negara melalui instrumen lembaga politik sejak awal kemerdekaan sampai saat ini belum terwujud
secara optimal. Perjuangan yang dapat dilakukan sejauh ini adalah memasukkan
ajaran-ajaran Islam ke dalam hukum positif Indonesia, misalnya perkawinan, peradilan
agama, kompilasi hukum Islam, perwakafan, haji, zakat, wakaf, dan sebagainya.
Saat ini peluang
bagi partai-partai Islam adalah adanya pergeseran pilihan pemilih yang
sebelumnya memilih partai yang tidak
berasaskan atau berideologi Islam, serta dari para pemilih pemula. Hal itu
hanya bisa dicapai dengan kemampuan konsolidasi internal dari partai-partai
Islam agar dapat mengorganisir, memobilasi, merumuskan serta menyuarakan
kepentingan-kepentingan ummat Islam dengan lebih baik. Jargon-jargon politik
aliran dan ideologi masih layak untuk disuarakan oleh partai-partai Islam
disamping menawarkan program-program yang lebih baik dan menyentuh kepentingan
rakyat secara luas.
DAFTAR BACAAN
Abd A’la. “Antara Formalisme dan Pengembangan Nilai-nilai Islam,”
dalam Deliar Noer, et.al. (ed.), Mengapa Partai Islam Kalah?
Perjalanan Politik Islam dari Pra-Pemilu ’99 sampai Pemilihan Presiden. Jakarta: Alvabet, 1999.
Ali, Fachry. Islam, Pancasila dan Pergulatan
Politik. Jakarta: Pustaka Antara, 1984.
Daulay, Haidar Putra dan Pasa, Nurgaya. Pendidikan
Islam Dalam Lintasan Sejarah: Kajian dari Zaman
Pertumbuhan Sampai Kebangkitan. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013.
Gunawan, Hendra. M. Natsir dan Darul Islam:
Studi Kasus Aceh dan Sulawesi Selatan Tahun 1953-1958. Jakarta: Media
Dakwah, 2000.
Iqbal, Muhammad Iqbal dan Nasution, Amin Husein. Pemikiran Politik Islam dari Masa
Klasik hingga Indonesia Kontemporer. Jakarta: Kencana,
2010.
Ismail, Faisal. Islam
and Pancasila: Indonesian
Politics 1945-1995. Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan,
Departemen Agama, 2001.
Katimin. Politik Islam Indonesia:Membuka Tabir Perjuangan Islam Ideologis dalam Sejarah Politik
Nasional. Bandung: Citapustaka Media, 2007.
Kuntowijoyo. “Agama Berdimensi Banyak, Politik Berdimensi Tunggal,”
dalam Deliar Noer, et.al. (ed.). Mengapa
Partai Islam Kalah? Perjalanan Politik Islam dari Pra-Pemilu ’99 sampai
Pemilihan Presiden. Jakarta: Alvabet, 1999.
M. Alfian, M.Alfan. “Eksperimentasi Islam Politik Jilid III,” dalam Deliar
Noer, et.al (ed.). Mengapa Partai Islam
Kalah? Perjalanan Politik Islam dari Pra-Pemilu ’99 sampai Pemilihan Presiden. Jakarta: Alvabet, 1999.
Maarif, Ahmad Syafii. “Islam Indonesia:
Pergumulan Antara Cita dan Kenyataan,” dalam M. Amien Rais (ed.). Islam di Indonesia: Suatu Ikhtiar Mengaca Diri. Jakarta: Rajawali, 1986.
Moh. Nurhakim. “Pemaknaan Agama dalam Partai Politik dalam Konteks
Reformasi Studi Perbandingan PPP, PKB, dan PAN,” dalam Humanity, vol. I, 2005.
Noer, Deliar. “Islam dan Politik,”
dalam Deliar Noer, et.al. (ed.). Mengapa
Partai Islam Kalah? Perjalanan Politik Islam dari Pra-Pemilu ’99 sampai
Pemilihan Presiden. Jakarta: Alvabet, 1999.
Noer, Deliar. “Pengantar,” dalam Mohammad
Natsir, Islam Sebagai Dasar Negara . Jakarta: Media Dakwah, 2000.
Noer, Deliar. Gerakan
Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, cet. 8. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1996.
Rakhmat, Jalaluddin. “Islam di Indonesia:
Masalah Definisi,” dalam M. Amien Rais (ed.), Islam di Indonesia: Suatu
Ikhtiar Mengaca Diri. Jakarta: Rajawali, 1986.
Saidi, Ridwan. “Dinamika Kepemimpinan
Islam dalam Era Orde Baru,” dalam M. Amien Rais (ed.), Islam di Indonesia:
Suatu Ikhtiar Mengaca Diri. Jakarta: Rajawali, 1986.
Setiawan, Zudi. “Dinamika Pergulatan Politik
dan Pemikiran Formalisasi Syariah Pada Era Reformasi,” dalam Spektrum Jurnal
Ilmu Politik Hubungan Internasional, vol. 5, 2008.
Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran,
cet. 2. Jakarta: UI Press, 1990.
Tebba, Sudirman. Islam
Orde Baru: Perubahan Politik dan Keagamaan. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1993.
Sumber internet:
[1]Katimin, Politik Islam Indonesia:Membuka Tabir Perjuangan Islam
Ideologis dalam Sejarah Politik Nasional (Bandung: Citapustaka Media,
2007), h. 4.
[2]Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, cet. 8
(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1996), h. 5.
[4]Jalaluddin Rakhmat, “Islam di Indonesia: Masalah Definisi,” dalam M. Amien
Rais (ed.), Islam di Indonesia: Suatu Ikhtiar Mengaca Diri (Jakarta:
Rajawali, 1986), h. 42.
[5]Ahmad Syafii Maarif, “Islam Indonesia: Pergumulan Antara Cita dan
Kenyataan,” dalam M. Amien Rais (ed.), Islam di Indonesia: Suatu Ikhtiar
Mengaca Diri (Jakarta: Rajawali, 1986), h. 187.
[6]Faisal Ismail, Islam and Pancasila: Indonesian Politics 1945-1995 (Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat
Keagamaan, Departemen Agama, 2001), h. 7.
[7]Muslim Modernis merupakan kelompok yang telah mengadopsi ide-ide
pembaharuan yang dibawa oleh pemikir Islam modern, seperti Jamaluddin al-Afghani (1839-1897) dan
Muhammad Abduh (1849-1905). Kelompok ini tidak mempraktikkan taklid dan ijma’
tetapi mereka lebih menekankan kepada peran ijtihad. Kehadiran kelompok ini
tampak pada organisasi Syarikat Islam, Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan
Masyumi. Sementara kelompok Muslim Tradisionalis adalah kelompok yang mengikuti
dan merasa memadai dengan pemikiran dan pendapat yang diformulasikan oleh ulama
pada abad pertengahan. Kelompok ini mempraktikkan taklid dan ijma’ daripada
ijtihad. Ibid., h. 8-24.
[8]Panitia Sembilan terdiri atas Abikusno Tjokrosujoso, A. Kahar Muzakir, Agus
Salim, A. Wachid Hasjim dari golongan Nasionalis Muslim; Soekarno, Mohammad
Hatta, Muhammad Yamin, dan Ahmad
Subardjo dari golongan nasionalis netral, serta A.A. Maramis dari golongan
Kristen. Lihat Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik
Islam dari Masa Klasik hingga Indonesia Kontemporer (Jakarta: Kencana,
2010), h. 258.
[10]Hasil suara dalam Pemilu 1955 adalah Masyumi 7.789.619 suara (20,9 % atau
57 kursi), NU 6.989.333 suara (18,4 % atau 45 kursi), PSII 1.059.922 suara (2,9
% atau 8 kursi), Perti 465.359 suara (1,3 % atau 4 kursi) dan PPTI 74.913 suara
(0,2 % atau 1 kursi), PNI 9.070.218 suara (22,3 % atau 57 kursi) dan PKI
memperoleh 6.232.512 suara (16,4 % atau 39 kursi).M.Alfan Alfian M.,
“Eksperimentasi Islam Politik Jilid III,” dalam Deliar Noer, et.al (ed.),
Mengapa Partai Islam Kalah? Perjalanan Politik Islam dari Pra-Pemilu ’99
sampai Pemilihan Presiden (Jakarta: Alvabet, 1999), h. 118. Era Demokrasi
Liberal ditandai dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah (yang kemudian
terkenal dengan Maklumat X Bungg Hatta, karena ditanda tangani oleh Bung Hatta)
No X pada 16 Oktober 1945 dan Malumat 3 November 1945. Maklumat X berisi
tentang perubahan sistem pemerintahan Indonesia dari presidensial ke bentuk
parlementer. Adapun Maklumat 3 November 1945 berisi tentang diberinya
kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk mendirikan partai-partai guna
menyalurkan aspirasi politiknya. Lihat Iqbal dan Nasution, Pemikiran Politik
Islam, h. 261.
[11]Iqbal dan Nasution, Pemikiran Politik Islam, h. 264.
[16]Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan
Pemikiran, cet. 2 (Jakarta: UI Press, 1990), h. 201.
[18]Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah:
Kajian dari Zaman Pertumbuhan Sampai Kebangkitan (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013), h. 211.
[19]Iqbal dan Nasution, Pemikiran Politik Islam, h. 287.
[22]Sudirman Tebba, Islam Orde Baru: Perubahan Politik dan Keagamaan
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1993), h. xv.
[24]Ridwan Saidi, “Dinamika Kepemimpinan Islam dalam Era Orde Baru,” dalam M.
Amien Rais (ed.), Islam di Indonesia: Suatu Ikhtiar Mengaca Diri
(Jakarta: Rajawali, 1986), h. 125.
[26]Iqbal dan Nasution, Pemikiran Politik Islam, h. 299.
[28]Katimin, Politik Islam Indonesia, h. 6.
[29]Kuntowijoyo, “Agama Berdimensi Banyak, Politik Berdimensi Tunggal,” dalam
Deliar Noer, et.al. (ed.), Mengapa Partai Islam Kalah? Perjalanan Politik
Islam dari Pra-Pemilu ’99 sampai Pemilihan Presiden (Jakarta: Alvabet,
1999), h. 6.
[30]Deliar Noer,
“Pengantar,” dalam Mohammad Natsir, Islam Sebagai Dasar Negara (Jakarta:
Media Dakwah, 2000), h. xiv.
[32]Hendra Gunawan,
M. Natsir dan Darul Islam: Studi Kasus Aceh dan Sulawesi Selatan Tahun
1953-1958 (Jakarta: Media Dakwah, 2000), h. 2.
[33]Fachry Ali, Islam,
Pancasila dan Pergulatan Politik (Jakarta: Pustaka Antara, 1984), h. 27.
[34]Deliar Noer, “Islam dan Politik,” dalam Deliar Noer, et.al. (ed.), Mengapa
Partai Islam Kalah? Perjalanan Politik Islam dari Pra-Pemilu ’99 sampai
Pemilihan Presiden (Jakarta: Alvabet, 1999), h. 10.
[35]Tebba, Islam Orde Baru, h. xvii.
[36]Ibid.
[38]Ridwan Saidi, “Dinamika Kepemimpinan Islam dalam Era Orde Baru,” dalam M.
Amien Rais (ed.), Islam di Indonesia: Suatu Ikhtiar Mengaca Diri
(Jakarta: Rajawali, 1986), h. 134.
[39]Tebba, Islam Orde Baru, h. 27.
[40]Iqbal dan Nasution, Pemikiran Politik Islam, h. 286.
[41]Abd A’la, “Antara Formalisme dan Pengembangan Nilai-nilai Islam,” dalam
Deliar Noer, et.al. (ed.), Mengapa Partai Islam Kalah? Perjalanan
Politik Islam dari Pra-Pemilu ’99 sampai Pemilihan Presiden (Jakarta:
Alvabet, 1999), h. 18-20.
[42]Moh. Nurhakim, “Pemaknaan Agama dalam Partai Politik dalam Konteks
Reformasi Studi Perbandingan PPP, PKB, dan PAN,” dalam Humanity, vol. I,
h. 61.
[43]Zudi Setiawan,
“Dinamika Pergulatan Politik dan Pemikiran Formalisasi Syariah Pada Era
Reformasi,” dalam Spektrum Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional,
vol. 5, h. 2.
DEPOSIT BISA VIA OVO!
BalasHapusPerizinan Bandar Taruhan Judi Bola Sbobet Online Terpercaya dan paling baik yg sediakan jasa pelayanan guna awal akun permainan judi atau taruhan online bagi kamu di perwakilan judi online yg bertaraf International, sah dan terpercaya hanya di http://bolazeus.biz.
Sbg Kantor Cabang Bola Sbobet Indonesia Terpercaya, ZeusBola telah berkerja sama bersama maskapai Sbobet beroperasi di Asia yang dilisensikan oleh First Cagayan Leisure & Resort Corporation, Manila-Filipina dan di Eropa dilisensikan oleh penaklukan Isle of Man kepada beroperasi sebagai juru taruhan sport sedunia.
https://bolazeus.info/2018/12/28/situs-agen-taruhan-sabung-ayam-s128-deposit-pulsa-termurah/
https://bolazeus.info/2018/12/27/link-alternatif-s128-deposit-pulsa-sabung-ayam-online/
https://bolazeus.info/2018/12/26/panduan-judi-deposit-pulsa-telkomsel-teraman/
https://bolazeus.info/2018/12/26/cara-memilih-agen-poker-deposit-via-pulsa/
Ayo daftar sekarang di bolazeus.biz
ZEUSBOLA | AGEN SPORTBOOKS ONLINE | LIVE CASINO | SABUNG AYAM | SLOT GAME | POKER ONlINE
BalasHapusUntuk Anda semua para BETTOR di seluruh Indonesia..
Kami ZEUSBOLA ingin menjagak Anda semua bergabung bersama kami
Kami memiliki nilai PLUS seperti :
- Pendafaran User ID baru tidak di pungut biaya !!
- Minimal Deposit VIA ATM, OVO, LINKAJA, DANA, GOPAY dan WIthdraw Rp.50.000,-
- Minimal Deposit VIA PULSA Rp.25.000,-
- Pelayanan CS kami yang Profesional, Ramah & Sopan siap melayani Anda 24 Jam 7 Hari NONSTOP !!
- Data & Privasi Member DIJAMIN AMAN !!!
- Kami menyediakan 5 Bank yaitu : BCA - BNI - BRI - MANDIRI - CIMB NIAGA
Join Now, Bersama Situs Zeus Bola Berlisensi Resmi.
Live Chat : zeusbola
Whatsapp Zeusbola : +62 813-3355-5996
Link Alternatif ZEUSBOLA :
http://104.248.148.252/
Zeus Bola
Daftar Judi Online Deposit Via LinkAja Tcash
http://134.209.98.69/daftar-judi-online-deposit-via-linkaja-tcash/
Sabung Ayam Deposit LinkAja – S128 LinkAja
Poker Pulsa
Judi Poker Pulsa
Slot Pulsa
Judi Slot Pulsa
S128Cash merupakan Situs Bandar Judi Online Teraman di Indonesia. Mari segera bergabung dan Daftar S128 Anda sekarnag juga.
BalasHapusDisini kami menyediakan banyak permainan yang populer di seluruh Indonesia seperti Sprotbooks, Live Casino, Sabung Ayam Online, Slot Games, Tembak Ikan, IDNPOKER, Togel Online dan masih banyak game lainnya. Semua games ini juga dapat Anda mainkan di Smartphone kesayangan Anda.
Keunggulan bermain di S128Cash :
- Permainan yang sudah pasti terjamin FAIRPLAYnya.
- Semua data member terjaga dengan sangat AMAN.
- Proses Deposit dan Withdraw cepat ( TIDAK ADA JAM OFFLINE !! )
- Menyediakan semua BANK LOCAL INDONESIA.
- Menyediakan deposit via PULSA, OVO, GOPAY.
- Sudah pastinya memliki CS yang ramah dan profesional yang siap melayani para member selama 24 jam 7 hari NONSTOP !!
- Promo Bonus yang disedikan juga mudah untuk Anda dapatkan.
Minimal Deposit : Rp. 25.000,-
Minimal Withdraw : Rp. 50.000,-
Untuk info lebih lanjut, langsung hubungi :
- Livechat : S1288Poker
- WhatsApp : 081910053031
Link Alternatif :
- http://www.s128cash.org
Winning303
BalasHapusMemberikan Permainan Poker Paling Seru dengan Tingkat Kemenangan yang tinggi... Yakin anda susah menang??? coba saja di winning303.. Kemenangan tidak akan jauh dari semangat anda!!
Dapatkan Kemudahan Dengan Deposit Via Pulsa..Bermain Tanpa Ribet...
Proses Cepat dan Aman...
Winning303 juga menyediakan permainan lain dengan 1 ID...
1. Sportsbook
2. Live Casino
3. Slot Online
4. Lottery/Togel
5. Sabung Ayam
Ayo Langsung bergabung dengan kami...
Customer Service 24 Jam
Hubungi Kami di :
WA: 087785425244
Pokervita Agen Judi Domino99 Pulsa Resmi Yang Melayani Penggemar Judi Domino QQ DI Indonesia. Hanya Dengan Deposit Sebesar IDR 10.000 Pemain Dapat Menikmati Judi Domino QQ Via Pulsa, Dana, Linkaja, OVO, GoPay Dan Semua Bank Lokal Indonesia.
BalasHapusKami Menyediakan Transaksi Deposit & Withdraw Yang Lengkap, Seperti :
- Transfer Bank ( Semua Jenis Rekening Bank di Indonesia )
- Ovo
- Gopay
- Dana
- Linkaja
- Pulsa
9 Games Dalam 1 Akun
* ADU Q
* BANDAR POKER
* BANDAR Q
* CAPSA SUSUN
* DOMINO 99
* POKER ONLINE
* SAKONG
* BANDAR 66
* PERANG BACCARAT (NEW)
Texas Holdem Poker
Judi Poker Online
Bandar Sakong Online
Judi Kartu Gaple Domino Pulsa
Permainan Situs Domino QQ
Daftar Judi Bandar66 Deposit Pulsa Terpercaya 2020
Kontak Pokervita
Livechat Pokervita
WA: 08122222996
Wechat: pokervitaofficial
Line: vitapoker
Dapatkan Penghasilan Tambahan Disini..
BalasHapusDonaco Poker.. Agen Terpercaya dan Teraman..
Kemenangan besar bisa di dapatkan...
Cukup Deposit 10rb anda bisa dapatkan semuanya...
Hubungi Kami Secepatnya Di :
WHATSAPP : +6281333555662
BISA DEPOSIT PAKAI PULSA TELKOMSEL
BalasHapusDewaZeus adalah partner dari situs ZeusBola, yg merupakan agen mater taruhan judi bola, Casino, Poker, taruhan sabung ayam online S128, CF88 DewaPoker, Live Casino Dealer Resmi Lisensi Filipina Paling Terpercaya di Indonesia, hanya di http://104.248.148.252/.
Juga Sebagai Delegasi Bola Sbobet Indonesia Terpercaya, ZeusBola sudah berkerja sama dengan industri Sbobet beroperasi di Asia yang dilisensikan oleh First Cagayan Leisure & Resort Corporation, Manila-Filipina dan di Eropa dilisensikan oleh sang penguasa Isle of Man bagi beroperasi yang merupakan juru taruhan latihan jasmani sedunia.
https://dewazeus.site/tips-penting-memilih-agen-poker-online-deposit-via-pulsa-terpercaya/
https://dewazeus.site/situs-poker-online-deposit-via-pulsa-termurah-hanya-25rb/
livechat zeusbola
promo s128 sabung ayam
Kunjungi juga link alternatif maxbet nova88 maxbet link, main langsung maxbet nova88.
XL/Axis : 087898355107
BalasHapusMinimal Deposit via Pulsa 25.000 ( Rate 0.90 )
Silahkan Bos.....
Situs Togel Invest Bebas Line Hanya Di MUSEUMTOTO – Sejauh ini, MUSEUMTOTO telah menjadi salah satu Situs Togel invest bebas line yang paling aman dan terpopuler.
BalasHapusCasino Online :
Bacarrat,Monopoly,Billiards,Suwit,GongBall,24D,12D,Roulette,SicboDice,Oglog,Dice 6,Head tail,Red White,24Spin dan Poker Dice.
Minimal Deposit Hanya Rp.10.000 Bisa main semua Game dengan minimal Bett 500.
Agen Togel Online
Agen Togel
Situs Togel Online
Agen Togel Hongkong
Agen Togel Singapura
Agen Togel Sidney
Agen Toto Macau
useumtoto IDNLive
Caranya mainnya juga gampang, langsung daftar link di bawah ini :
Museum Bola
Museum Poker
Museum Ayam
Museum Toto
Untuk Layanan Support Bank yang dapat dipergunakan pada Judi Online MUSEUMTOTO terdapat beberapa jenis Bank Lokal seperti :
Bank BCA
Bank BNI
Bank BRI
Bank JENIUS / BTPN
Bank MANDIRI
PROMO
• Bonus New Member 20%
• Bonus Next Deposit 5%
• Bonus Cashback Casino Up To 10%
• Extra Bonus Prize 2 & Prize 3
• Bisa Deposit Via Pulsa XL & TSEL
Diskon dan Hadiah
• 2D Discon 29% ( Pembayaran x 70 )
• 3D Discon 58% ( Pembayaran x 400 )
• 4D Discon 66% ( Pembayaran x 3000 )
• Minimal Deposit : 10.000
• Minimal Withdraw :50.000
• Minimal Betting : 500
EXTRA BONUS
HADIAH PRIZE II:
• 4D : 200.000
• 3D : 60.000
• 2D : 10.000
HADIAH PRIZE III:
• 4D : 100.000
• 3D : Jumat.000
• 2D : 5.000
Serta terdapat berbagai jenis kelebihan dari MUSEUMTOTO yang bisa anda dapatkan yaitu :
Bisa Deposit dengan VIA PULSA / OVO / GOPAY / LINKAJA / DANA.
Diskon dan Hadiah Paling Besar.
Deposit & Withdraw tidak sulit dan sangat cepat.
Proteksi Keamanan user ID member terbaik.
Proteksi keamanan pada menu Lupa Password yang aman serta tidak menyulitkan.
Layanan Website 24jam setiap hari.
Tanpa adanya rekasaya apapun dalam permainan.
Bonus Paling mudah didapatkan dan paling besar.
Segera Daftarkan diri anda dan bermain bersama kami di MUSEUMTOTO.
Alamat Situs Resmi :LINK RESMI MUSEUMTOTO ( KLIK DISINI )
WA : +6283157394921
CHAT SEKARANG KLIK DISINI
Alamat Situs Alternatif :
LINK ALTERNATIF MUSEUMTOTO 1 ( KLIK DISINI )
LINK ALTERNATIF MUSEUMTOTO 2 ( KLIK DISINI )
LINK ALTERNATIF MUSEUMTOTO 3 ( KLIK DISINI )
SITUS TOGEL BEBAS LINE DI MUSEUMTOTO BISA DEPOSIT PULSA
SITUS TOGEL INVEST BEBAS LINE HANYA DI MUSEUMTOTO
Museumpoker situs IDN Poker terbaik Indonesia deposit termurah hadir memberikan layanan taruhan permainan online hingga 9 jenis permainan. Rating kemenangan tertinggi tanpa adanya robot serta admin.
BalasHapus9 Permainan Dalam 1 Akun
* Poker
* DominoQQ
* Bandar Ceme
* Ceme Keliling
* Capsa Susun
* Pot Limit Super10
* Omaha
* Blackjack
* Superbull
Promo Terbaru MuseumPoker
- Bonus Deposit Harian
- Deposit Via Pulsa Telkomsel & XL / Axis
- Bonus Deposit New Member 20%
- Bonus Mingguan 0.5%
- Bonus Jackpot
Daftar Poker Online
Kontak Resmi
WA : +6282267932581
LINE : museumpoker
Telegram : +6282267932581
Situs Poker Via Pulsa Terbaik
Freechip natal & tahun baru
SITUS SLOT, CASINO & SABUNG AYAM 2021 TERPERCAYA PROMO DEPOSIT PULSA TANPA POTONGAN !!!
BalasHapusBandar Togel Terpercaya
SITUS TOGEL TERBAIK
AGEN TOGEL TERBAIK 2021
Bandar Togel Indonesia
Situs Agen Togel Terbaik
SITUS TOGEL DEPOSIT PULSA
Banyak jackpot Menanti Anda !
Gabung sekarang di MBO128 AGEN online terpercaya
BONUS NEW MEMBER 15%
Bonus Harian 10%
Minimal Dp 10Rb
DEPOSIT PULSA TANPA POTONGAN !!
Yuk Buruan Gabung Sekarang Di MBO128 Situs Slot Online Terpercaya 2021
Banyak Permainan yang Mudah Menang loh..
Untuk pendaftaran bisa langsung Klik link berikut :
DAFTAR TOGEL ONLINE
Minimal DEPOSIT Rp.25.000
Minimal TARIK DANA Rp.50.000
KONTAK :
WhastApp: 0852-2255-5128
Transaksi bisa dilakukan melalui Via :
• PULSA ( Telkomsel , XL / Axis ) Bisa isi dari Counter / Transfer Pulsa / Alfamart dan Indomaret TANPA POTONGAN PULSA
• BANK ( BCA, Mandiri, BNI, BRI, Danamon, Permata,Semua Bank Nasional dan Daerah )
• E-Money ( OVO, Dana, LinkAja, PayPro, GoPay)
Sering kalah dalam bermain sabung ayam ataupun game lainya?
BalasHapusJangan khwatir kawan mari join bersama kami di BOLAVITA
Dijamin HOKI
Info Lebih lanjut
WA:0812 2222 995
Promo Bonus Pulsa Tanpa Potongan !! ZEUSBOLA SOLUSINYA!!!
BalasHapus[url=https://zeusbola.mypixieset.com/daftar/][Daftar Slot Pulsa Tanpa Potongan][/url]
Menyediakan Permainan SLOT Terbaik Yang Memberikan kemenangan Yang Lebih Tinggi
Kami Juga menyediakan Banyak Permaianan Hanya Dengan 1 ID
Deposit Pulsa Dari 10RB
Buruan Join Dan Rasakan Kemenangannya
☎️ Whatsapp : +62 822-7710-4607
☎️ Link Whatsapp : https://zeusbo.la/whatsapp
Ingin mencoba bermain Slot games secara GRATIS dan mendapatkan Review Seputar Slot Games setiap harinya ??
BalasHapusKunjungi Link Permainan Slotgames kami dan mainkan secara GRATIS tanpa harus Daftar :
Slot Hockey League Permainan Slotgames GACORR !!!
Menang kalah dpat Bonus 5% ayo bermain casino di bolavita
BalasHapussemakin byk bermain semakin banyk Rolingan ny...
ayo tgu apa lagi silahkn regis dan buktikan sendri ^^
New member 10%
sialhkan hub : WA :0812-1495-2061
#judi #judionline #sabungayam #casino #slot #slotbonus #poker#tipster#tipsbola