Sabtu, 07 Juni 2025

Masāʾil Fiqhiyyah: Kapan Manasik Haji dan Umrah

Masāʾil Fiqhiyyah: Kapan Seseorang Wajib Mengikuti Bimbingan Manasik Haji?



Dr. H. Ahmad Abrar Rangkuti, M.A.


Pertanyaan:

Kapan seseorang wajib mengikuti bimbingan manasik haji menurut hukum fiqih?

Jawaban:

Dalam kitab Al-Yāqūt al-Nafīs fī Madzhab Ibn Idrīs karya Syekh Ahmad bin Umar Asy-Syatiri, halaman 317, dijelaskan sebagai berikut:

نصُّ المسألة:

وَإِنْ تَحَقَّقَ عَزْمُهُ وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يَتَعَلَّمَ شُرُوطَ الْحَجِّ وَأَرْكَانَهُ وَمَا يُبَاحُ لَهُ عَمَلُهُ وَمَا يَجِبُ عَلَيْهِ تَرْكُهُ وَمَا هُوَ الْمَنْهِيُّ عَنْهُ وَمَا هُوَ الْمَطْلُوبُ مِنْهُ

“Jika telah benar-benar mantap tekadnya (untuk menunaikan haji), maka wajib baginya untuk mempelajari syarat-syarat haji, rukun-rukunnya, hal-hal yang dibolehkan untuk dilakukan, hal-hal yang wajib ditinggalkan, larangan-larangan, dan apa saja yang dituntut darinya.”

 

Penjelasan:

Ibadah haji merupakan ibadah yang memiliki banyak tata cara, larangan, dan rukun yang tidak bisa dilakukan sembarangan. Kesalahan dalam pelaksanaan bisa berakibat fatal pada keabsahan ibadah haji seseorang.

Maka, bimbingan manasik haji menjadi kewajiban bagi siapa saja yang telah memiliki tekad kuat dan kepastian untuk berangkat haji. Dalam konteks sekarang, ini berlaku bagi:

Jamaah yang sudah terdaftar secara resmi,

Telah mendapatkan jadwal keberangkatan,

Sudah mampu secara fisik dan finansial.

Bimbingan manasik bukan hanya formalitas, tetapi bagian dari kewajiban menuntut ilmu sebelum beramal. Dalam fiqih, seseorang yang melakukan ibadah tanpa ilmu disebut ghurūr (tertipu) oleh amalnya sendiri.


Beberapa masalah terkait manasik haji yang dielaborasi dari ibarot di atas adalah: 

1. Apakah seseorang berdosa jika berhaji tanpa mengikuti bimbingan manasik terlebih dahulu?

Jawaban:

Jika seseorang melaksanakan ibadah haji tanpa mengetahui tata caranya (rukun, syarat, larangan, dll), maka ia telah meninggalkan kewajiban thalab al-‘ilm (mencari ilmu) yang harus dilakukan sebelum beramal. Dalam hal ini, ia berdosa karena menyepelekan kewajiban belajar sebelum beramal. Bahkan jika ibadahnya tidak sah akibat ketidaktahuannya, maka ia juga berdosa karena telah menyia-nyiakan kewajiban haji.


2. Bagaimana hukum mengikuti manasik haji jika seseorang belum mendapat jadwal keberangkatan?

Jawaban:

Tidak wajib, namun sangat dianjurkan (sunnah muakkadah) sebagai bentuk persiapan dini. Kewajiban mempelajari manasik baru muncul saat tekad kuat (ʿazm) untuk berhaji telah terbentuk, khususnya ketika seseorang sudah terdaftar dan dipastikan berangkat.

3. Apakah cukup belajar manasik haji sendiri tanpa mengikuti pelatihan formal?

Jawaban:

Secara hukum, kewajiban belajar manasik bisa terpenuhi baik melalui pembelajaran mandiri maupun formal, asalkan seseorang benar-benar memahami aspek fiqih dan teknis pelaksanaannya. Namun dalam praktiknya, bimbingan formal lebih direkomendasikan karena lebih terstruktur, ada pembimbing, dan bisa bertanya saat ada kesulitan.

4. Siapa yang bertanggung jawab memastikan jamaah memahami manasik haji?

Jawaban:

Tanggung jawab utama tetap pada individu masing-masing. Namun, pemerintah melalui Kemenag dan lembaga penyelenggara haji juga bertanggung jawab secara moral dan administratif untuk memastikan jamaah mendapat bimbingan. Dalam fiqih, pemimpin wajib ta’wīn al-‘āmmah (membina masyarakat) dalam hal ibadah dan hukum syariat.

5. Apakah gugur kewajiban manasik bagi orang yang sudah pernah berhaji sebelumnya?

Jawaban:

Jika ia sudah memahami manasik dengan baik dari haji sebelumnya dan tidak ada perubahan dalam tata cara haji yang ia ketahui, maka tidak wajib mengulang manasik, tapi tetap dianjurkan sebagai penyegaran ilmu. Namun, jika ada perubahan fatwa, aturan teknis, atau ia lupa sebagian rukun, maka ia wajib mengulang belajar.

6. Apa dampaknya jika seseorang melaksanakan haji tanpa memahami hal-hal yang wajib ditinggalkan (larangan ihram, dll)?

Jawaban:

Jika ia melanggar larangan ihram karena tidak tahu, maka:

Jika ketidaktahuan itu karena lalai tidak belajar padahal sudah wajib, ia berdosa dan tetap wajib membayar dam (denda).

Jika benar-benar tidak tahu karena belum mampu belajar (belum waktunya wajib), maka tidak berdosa, tetapi tetap wajib membayar dam jika terjadi pelanggaran.

7. Bagaimana pandangan fiqih terhadap orang yang menyepelekan bimbingan manasik karena merasa ‘sudah pernah mendengar’?

Jawaban:

Dalam fiqih, amal yang dilakukan dengan sikap ghurūr (merasa cukup tahu padahal tidak mendalam) termasuk bentuk ketertipuan dalam beramal. Menyepelekan manasik menunjukkan kurangnya adab terhadap ilmu. Hal ini bisa mengakibatkan amal haji tidak sah atau kurang sempurna, karena salah satu syarat diterimanya amal adalah ilmu dan keikhlasan.

Kesimpulan:

Manasik haji wajib diikuti setelah seseorang memiliki tekad yang pasti untuk berhaji. Ini selaras dengan prinsip bahwa amal yang sah harus didahului dengan ilmu.

Semoga kita semua dimudahkan Allah untuk memahami dan menunaikan ibadah haji dengan sempurna. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar