Hijrah: Dari Seremonial Menuju Spirit Perubahan
Dr. H. Ahmad Abrar Rangkuti, M.A., C.ITE.
Khutbah Jumat Masjid Ihya Ulumuddin Galinda
01 Muharram 1447 H/27 Juni 2025
الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ الهِجْرَةَ بَدَايَةً لِلتَّارِيخِ الإِسْلَامِيِّ، وَفَتَحَ بِهَا أَبْوَابَ العِزَّةِ وَالكَرَامَةِ لِعِبَادِهِ المُؤْمِنِينَ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا المُسْلِمُونَ، أُوصِيكُمْ وَإِيَّايَ المُقَصِّرَ بِتَقْوَى اللَّهِ تَعَالَى، فَإِنَّ تَقْوَى اللَّهِ خَيْرُ الزَّادِ، وَعُدَّةُ المَعَادِ، وَسَبِيلُ الفَوْزِ وَالسَّعَادَةِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي سُورَةِ الصَّفِّ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (١٠) تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ (١١)
Jemaah Jumat rahimakumullah,
Kita hidup di zaman yang pelik. Umat Islam hari ini digempur bukan hanya oleh peluru dan rudal, tetapi juga oleh arus informasi yang menyesatkan, budaya hedonisme yang melemahkan iman, dan gaya hidup instan yang melahirkan generasi rapuh secara akidah dan mental. Di Gaza, setiap hari kita menyaksikan anak-anak kehilangan orang tua, dan orang tua kehilangan anak-anak—bukan karena bencana alam, tapi karena kezaliman manusia yang dibungkam dunia. Di Iran dan wilayah lainnya, umat Islam berjuang mempertahankan kehormatan dan tanah air mereka dari agresi zionis dan penjajahan berkedok diplomasi.
Namun yang lebih mengkhawatirkan, adalah banyak dari kita yang hidup di negeri yang damai, tapi sudah kalah sebelum berperang. Kita tak lagi sanggup berkata jujur saat semua orang berdusta. Kita tak berani menegakkan yang benar saat kebenaran dianggap mengganggu. Kita kehilangan ruh hijrah, yakni keberanian untuk berubah, berkorban, dan memperjuangkan kebenaran—bahkan dalam hal terkecil sekalipun: menghindari riba, menolak korupsi, menahan diri dari gibah, dan mendidik anak-anak dengan Islam yang murni.
Sebagian besar dari kita lebih sibuk memikirkan tren, konten, dan cuan, daripada memikirkan makna hidup sebagai Muslim. Kita lebih kenal influencer dunia daripada sahabat Rasul. Kita hafal nama-nama klub bola, tapi tidak hafal nama 10 sahabat yang dijamin surga. Kita sibuk mengejar tayangan, tapi melalaikan tadabbur Al-Qur’an. Maka sebenarnya, siapa yang sedang menjajah kita hari ini? Bukankah musuh terbesarmu adalah nafsumu sendiri?
Saat ini, peringatan Tahun Baru Islam bukan sekadar tanggal merah dalam kalender, tapi alarm jiwa bagi umat yang tertidur. Hijrah bukan lagi sekadar romantisme sejarah Nabi, tapi panggilan nyata untuk bergerak dari diam menuju berbuat, dari tahu menuju taat, dari tahu kebenaran menuju memperjuangkannya.
Tema Utama: Hijrah – Bukan Sekadar Pindah Tempat
Hari ini, 1 Muharram 1447 Hijriyah, kita memperingati Tahun Baru Islam. Tapi jemaah sekalian, mari kita sadari: ini bukan sekadar pergantian angka di kalender hijriyah. Bukan hanya momentum seremonial dengan ucapan "Selamat Tahun Baru Islam" di spanduk atau status media sosial.
Lebih dari itu, hari ini adalah peringatan atas satu peristiwa monumental yang mengguncang peta peradaban dunia, yaitu Hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Makkah ke Madinah. Sebuah peristiwa yang tidak hanya mengubah arah perjalanan Rasulullah dan para sahabat, tapi juga mengubah arah sejarah umat manusia.
Hijrah itu bukan sekadar perpindahan geografis—bukan cuma soal pindah tempat tinggal atau kabur dari tekanan kaum Quraisy. Tapi itu adalah pergeseran paradigma, lompatan peradaban, dan titik balik perjuangan Islam: dari fase tertindas menjadi berdaulat, dari fase sembunyi menjadi terang-terangan, dari fase bertahan menjadi menyerang.
Kenapa kita memulai kalender Islam dari peristiwa hijrah, bukan dari kelahiran Nabi, bukan dari turunnya wahyu pertama, dan bukan dari kemenangan-kemenangan besar? Karena hijrah adalah titik nyala dari terbentuknya masyarakat Islam yang utuh—sebuah peradaban yang menyatukan langit dan bumi, akidah dan sistem, iman dan amal, masjid dan pasar, spiritualitas dan kekuatan politik.
Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, bahwa hijrah bukan hanya dimaknai sebagai fisik, tapi juga maknawi: “al-intiql min haal ilaa haal” — perpindahan dari satu keadaan ke keadaan yang lebih baik, lebih taat, lebih mulia.
Dan pada saat Rasulullah ﷺ hijrah, beliau tidak membawa kekuasaan atau kekayaan. Tapi beliau membawa visi, nilai, dan keyakinan. Dan dengan itulah, kota kecil bernama Yatsrib berubah menjadi Madinah al-Munawwarah, kota yang tercerahkan—karena ada hati-hati yang tercerahkan terlebih dahulu.
Karena itulah, Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:
وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً
"Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan menemukan di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak." (QS. An-Nisa: 100)
Ayat ini menegaskan bahwa hijrah bukanlah tindakan sia-sia atau pelarian tanpa arah, melainkan sebuah langkah strategis dan spiritual yang membuka pintu-pintu pertolongan Allah dan kelapangan hidup. Hijrah adalah simbol keberanian untuk menanggalkan kenyamanan demi meraih kemuliaan, meninggalkan kezaliman menuju keadilan, serta berpindah dari kejumudan menuju cahaya petunjuk.
Menariknya, Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa Allah menjanjikan “peluang dan kelapangan” bagi siapa pun yang mau meninggalkan zona nyamannya demi kebenaran dan perjuangan. Artinya, hijrah tidak selalu berarti kehilangan—justru sering kali ia adalah pintu untuk menemukan keberlimpahan yang lebih luas, baik secara lahir maupun batin.
Pelajaran dari Hijrah: Keterlibatan Non-Muslim
Hadirin yang dirahmati Allah,
Salah satu fakta menarik yang sering luput dari perhatian kita adalah bahwa dalam perjalanan hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Makkah ke Madinah, tidak semua pihak yang terlibat dalam misi besar itu adalah Muslim. Rasulullah ﷺ memang ditemani oleh sahabat karibnya Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, namun pemandu jalan yang ditunjuk langsung oleh Nabi adalah seorang musyrik bernama Abdullah bin Uraiqith.
Ia bukan hanya tahu medan padang pasir yang berat dan jalur-jalur alternatif untuk menghindari kejaran Quraisy, tapi juga dikenal amanah dan jujur dalam profesinya sebagai penunjuk jalan. Rasulullah ﷺ tidak memilihnya karena kesamaan agama, tetapi karena kompetensi, integritas, dan kepercayaannya. Bahkan, Abdullah bin Uraiqith saat itu berada dalam satu kontrak kepercayaan yang dijaga betul oleh Nabi.
Dari sini kita belajar, bahwa Islam bukan agama yang eksklusif dan tertutup, tapi agama yang membuka ruang kerja sama lintas iman dalam urusan kemaslahatan dan nilai-nilai keadilan. Hijrah bukan hanya misi spiritual bagi kaum Muslimin, tapi juga membawa pesan universal tentang solidaritas, kepercayaan, dan profesionalisme lintas batas keyakinan.
Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Namun pertanyaannya, apakah Abdullah bin Uraiqith akhirnya masuk Islam?
Sejauh yang tercatat dalam literatur sirah seperti Sirah Ibn Hisyam dan Tabaqat Ibn Sa’ad, tidak ada riwayat yang sahih dan kuat yang menyatakan bahwa ia memeluk Islam, meskipun ia dekat dengan Nabi dalam momen krusial. Ini mengajarkan kita bahwa kedekatan fisik dengan dakwah belum tentu mengubah hati, karena hidayah tetap milik Allah. Tapi di sisi lain, ia telah menjadi bagian dari sejarah besar umat Islam, menunjukkan bahwa kebaikan bisa muncul dari siapa pun.
Maka, wahai jemaah sekalian, di tengah dunia yang penuh polarisasi saat ini, kita diajarkan oleh Rasulullah ﷺ bahwa kerja sama lintas agama bukanlah hal yang tabu—selama tujuannya adalah kemaslahatan, keadilan, dan nilai-nilai universal. Ini adalah bagian dari semangat hijrah: membangun dunia baru dengan semangat kolaboratif, bukan permusuhan.
Kontekstualisasi: Gaza dan Iran, Kita di Mana?
Saudara-saudara seiman,
Hari ini kita menyaksikan saudara-saudara kita di Gaza dan Iran yang tengah mempertahankan eksistensinya dari penjajahan dan kezaliman Israel. Mereka sedang berhijrah, bukan berpindah tempat, tapi berpindah dari keterjajahan menuju kemuliaan. Mereka sabar dan istiqamah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
"Orang yang berhijrah adalah yang meninggalkan apa yang dilarang Allah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa hijrah bukan lagi soal fisik, tapi mental dan moral—meninggalkan maksiat, ketidakpedulian, dan kemalasan untuk menjadi pejuang Islam yang tangguh.
Penutup Khutbah Pertama
Mari jadikan tahun baru ini sebagai momentum hijrah pribadi dan sosial: dari lalai menuju sadar, dari apatis menuju peduli, dari egois menuju ukhuwah. Jangan sampai tahun baru Hijriyah hanya dirayakan secara simbolik tapi kosong dari makna perjuangan!
Tahun baru ini adalah peluang baru. Tapi peluang tidak datang pada orang yang tidur. Mari kita berhijrah:
• dari umat yang hanya menonton, menjadi umat yang berperan.
• dari umat yang hanya mengeluh, menjadi umat yang mencipta solusi.
• dari umat yang menghindar dari masjid, menjadi umat yang kembali memakmurkannya.
Mari kita doakan saudara-saudara kita di Gaza, di Iran, di Palestina, dan di seluruh dunia yang berhijrah dengan air mata dan darah. Semoga Allah menolong mereka, dan menumbuhkan dalam hati kita keberanian untuk bangkit.
اقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah Kedua
الحَمْدُ لِلَّهِ مُبَدِّلِ الْأَحْوَالِ، وَمُيَسِّرِ السُّبُلِ لِمَنْ صَدَقَ فِي الْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا إِلَى يَوْمِ الدِّينِ
أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، فَاتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ التُّقَى، وَاسْتَقِيمُوا لَهُ وَاعْمَلُوا لِدَارِ الْبَقَاءِ، وَتَزَوَّدُوا، فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
الدُّعَاءُ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
اللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُجَاهِدِينَ فِي غَزَّةَ، وَفِي فِلَسْطِين، وَفِي إِيرَانَ، وَفِي كُلِّ أَرْضٍ يُقَاتَلُ فِيهَا أَهْلُ الْبَاطِلِ، وَكُنْ مَعَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، وَاشْفِ جَرْحَاهُمْ، وَتَقَبَّلْ شُهَدَاءَهُمْ، وَارْبِطْ عَلَى قُلُوبِهِمْ، وَثَبِّتْ أَقْدَامَهُمْ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ، وَاجْعَلْ بَدَايَةَ هَذَا العَامِ الهِجْرِيِّ بَدَايَةَ هِجْرَةٍ صَادِقَةٍ مِنَ الغَفْلَةِ إِلَى الذِّكْرِ، وَمِنَ الذَّنْبِ إِلَى التَّوْبَةِ، وَمِنَ الضَّعْفِ إِلَى الثَّبَاتِ، وَمِنَ التَّوَكُّلِ عَلَى الخَلْقِ إِلَى التَّوَكُّلِ عَلَيْكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِينَ، وَوَحِّدْ صُفُوفَهُمْ، وَأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِهِمْ، وَارْزُقْهُمُ القَادَةَ العُدُولَ الَّذِينَ يَقُودُونَهُمْ إِلَى الحَقِّ وَالرَّشَادِ
اللَّهُمَّ اجْعَلْ بَلَدَنَا هَذَا بَلَدًا آمِنًا مُطْمَئِنًّا، سَخَاءً رَخَاءً، وَسَائِرَ بِلَادِ الْمُسْلِمِينَ
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ
عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
فَاذْكُرُوا اللَّهَ العَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ