Makna dan Kedudukan Kurban dalam Islam: Kajian Sejarah, Syariat, dan Spiritualitas Hidup
Drs. H. M. Sakti Rangkuti, M.A.
Disampaikan dalam Taushiyah Subuh di Masjid Al Hidayah, Jalan Pembangunan I, Desa Sekip, Lubuk Pakam
Abstrak
Ibadah kurban dalam Islam bukan hanya perintah syariat, tetapi juga sarat makna spiritual, sosial, dan sejarah. Dari kisah anak Nabi Adam, Habil dan Qabil, hingga pengorbanan agung Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihimassalam, kurban mengajarkan ketulusan, keikhlasan, dan nilai-nilai kemanusiaan. Artikel ini mengulas kurban sebagai wujud ketaatan, ketakwaan, dan juga manifestasi kesyukuran atas nikmat Allah SWT, dilengkapi dengan panduan etika penyembelihan yang penuh adab dan kasih sayang terhadap makhluk Allah.
1. Pendahuluan: Kurban sebagai Ibadah Kesyukuran
Kurban bukan semata kewajiban atau sunah, tetapi juga wujud kesyukuran atas limpahan nikmat dari Allah SWT. Hal ini dapat dipahami dari ayat Al-Qur’an berikut:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرْ
“Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah.”
(QS. Al-Kautsar: 2)
Ibnu Katsir menafsirkan bahwa ayat ini adalah perintah untuk menyembelih hewan sebagai bentuk syukur atas nikmat yang banyak, sebagaimana yang disebut dalam ayat sebelumnya:
إِنَّا أَعۡطَيۡنَـٰكَ ٱلۡكَوْثَرَ
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak."
(QS. Al-Kautsar: 1)
2. Kurban dalam Sejarah Habil dan Qabil
Kisah kurban pertama dalam sejarah manusia disebut dalam Al-Qur’an ketika anak-anak Nabi Adam—Habil dan Qabil—melakukan persembahan kepada Allah.
إِذۡ قَرَّبَا قُرۡبَانٗا فَتُقُبِّلَ مِنۡ أَحَدِهِمَا وَلَمۡ يُتَقَبَّلۡ مِنَ ٱلۡآخَرِ
“Ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka dan tidak diterima dari yang lain.”
(QS. Al-Mā’idah: 27)
Kurban Habil diterima karena ia memilih hewan yang terbaik, sedang kurban Qabil ditolak karena tidak ikhlas dan memilih hasil pertanian yang buruk. Ini menjadi pelajaran bahwa kurban harus yang terbaik dan dilakukan dengan keikhlasan.
3. Keteladanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
Ibadah kurban mencapai puncak penghayatannya dalam kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam saat diperintahkan menyembelih putranya, Nabi Ismail. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an:
يَـٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰ
“Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu.”
(QS. As-Saffāt: 102)
Jawaban Nabi Ismail menunjukkan ketaatan dan keikhlasan yang luar biasa:
يَـٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ
“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
(QS. As-Saffāt: 102)
4. Kurban sebagai Manifestasi Takwa
Allah SWT menegaskan bahwa tujuan utama kurban adalah takwa, bukan sekadar penyembelihan atau distribusi daging:
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَـٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”
(QS. Al-Ḥajj: 37)
5. Kurban dan Etika Perlakuan terhadap Hewan
Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan ihsan (berbuat baik) bahkan kepada hewan yang disembelih. Dalam hadis sahih disebutkan:
إِنَّ ٱللَّهَ كَتَبَ ٱلْإِحْسَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا ٱلْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا ٱلذِّبْحَةَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، وَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik (ihsan) dalam segala hal. Maka jika kalian membunuh, berbuat baiklah dalam membunuh. Jika kalian menyembelih, berbuat baiklah dalam menyembelih. Hendaklah salah satu dari kalian menajamkan pisaunya dan membuat hewan sembelihan itu nyaman.”
(HR. Muslim, no. 1955)
Termasuk tidak menyembelih hewan di hadapan hewan lain, karena hal ini menyakiti secara psikologis hewan tersebut.
6. Kesiapan Penyembelih: Bukan Sekadar Bisa Memotong
Penyembelih hewan kurban tidak cukup hanya bisa menyembelih, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan adab dalam penyembelihan. Termasuk memastikan alat tajam, niat karena Allah, membaca basmalah, dan tidak menyakiti hewan sebelum disembelih.
7. Kurban dan Perencanaan Keuangan
Kurban dianjurkan dilakukan dengan perencanaan yang matang, tidak tergesa-gesa apalagi berutang. Kurban dilakukan atas dasar kemampuan.
8. Kurban dan Dimensi Sosial
Daging kurban diperuntukkan untuk diri sendiri, keluarga, dan dibagikan kepada fakir miskin, sesuai sabda Rasulullah ﷺ:
كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا
“Makanlah darinya, berilah makan orang lain, dan simpanlah sebagian.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ini menegaskan bahwa kurban juga memiliki fungsi sosial, memperkuat solidaritas, dan menumbuhkan kepedulian.
Simpulan
Kurban adalah ibadah yang multidimensi: spiritual, sosial, historis, dan moral. Ia merupakan:
-
Bentuk ketaatan kepada Allah,
-
Wujud kesyukuran atas nikmat,
-
Pengamalan takwa yang nyata,
-
Cermin dari nilai ihsan dan adab dalam perlakuan terhadap makhluk Allah.
Pelaksanaan kurban hendaknya dilakukan dengan kesadaran penuh, kemampuan yang wajar, niat yang ikhlas, dan adab yang tinggi. Semoga setiap tetesan darah kurban menjadi bukti penghambaan kita kepada Allah dan sumber keberkahan bagi seluruh umat.